Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011

Awardeestory | 27-09-2023

Cerita Perjalanan Arip Muttaqien, Angkatan Pertama Beasiswa LPDP yang Berkarier di Sekretariat ASEAN

Penulis
Tony Firman

Fotografer
Dok. United Nations University-MERIT

Menyandang status Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia disibukkan dengan banyak agenda internasional yang dihadiri jajaran pemerintah hingga kepala negara anggota. Seperti agenda terbaru Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43 di awal pekan September kemarin. Gelaran tersebut dihadiri 22 negara, termasuk anggota ASEAN, negara mitra, dan undangan.

Sejumlah hasil penting Keketuaan ASEAN 2023 yakni seperti komitmen mewujudkan ekosistem kendaraan listrik ASEAN, meluncurkan negosiasi ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA), memperkuat ketahanan energi dan pangan/nutrisi, mempromosikan penggunaan Local Currency Transaction (LCT), mendorong kerjasama ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), memaksimalkan perlindungan pekerja migran, mengembangkan kesetaraan gender dan pembangunan keluarga, menumbuhkan komitmen pendidikan anak usia dini, serta memperkuat kerjasama strategis dengan negara mitra.

Di tengah hiruk pikuk sibuknya ASEAN, terdapat salah satu alumni beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) generasi pertama yang bekerja di Sekretariat ASEAN. Ia adalah Arip Muttaqien. Di sana, Arip biasa ia disapa, tergabung dalam ASEAN Economic Community (AEC) Departement. AEC adalah salah satu dari tiga pilar ASEAN Community, selain ASEAN Political-Security Community (APSC) dan ASEAN Social-Cultural Community (ASCC).

Tugas Arip dalam urusan koordinasi adalah monitoring inisiatif yang sedang dilakukan dalam bidang ekonomi, untuk dilaporkan ke level technical level, Senior Official, menteri hingga pemimpin negara.

“Sebagian besar tugas disini adalah lebih ke arah koordinasi. Jadi fungsinya mulai dari technical-nya dari level bawah sampai ke high level policy issue ke ministerial dan pemimpin negara.” ujar Arip saat diwawancarai di sela-sela kesibukan kerjanya.

Seperti kegiatan AEC Council di KTT ASEAN kemarin dengan representasi para Menteri bidang Perekonomian negara-negara anggota. Salah satu output adalah peluncuran negosiasi ASEAN DEFA dengan target finalisasi di tahun 2025. ASEAN DEFA bertujuan mendukung transformasi ekonomi digital yang diharapkan mencakup e-commerce, mobilitas digital talent, digital ID, cyber security, pembayaran lintas batas, dan banyak lagi.

Diharapkan dampak ekonomi digital dari diterapkannya DEFA ini mampu mendongkrak kontribusi ekonomi digital terhadap GDP (Gross Domestic Product) di ASEAN. Potensi luar biasa ini perlu dibicarakan untuk membuat tata kelola yang memicu akselerasi sekaligus melindungi para pelaku usaha.

“Estimasi berdasarkan hasil studi, saat ini ekonomi digital berkontribusi sekitar 15 persen ke GDP, dan di 2030 akan diharapkan bisa ada lompatan bahkan hingga 30 persen. Kalau di ASEAN mungkin diperkirakan akan ada potensi hingga dua triliun US Dollar dari digital economy di tahun 2030,” papar Arip.

Selain fokus ke ekonomi digital, saat ini AEC juga mendorong inisiatif terkait sustainable economic development. Dari hasil pertemuan tingkat Menteri di AEC Council, contoh inisiatif yang menarik dan kekinian seperti yang diungkapkan Arip adalah terkait blue economy sebagai salah satu prioritas ekonomi Indonesia dan ASEAN Strategy for Carbon Neutrality untuk mendorong pencapaian net-zero emission.

Arip melihat apa yang dikerjakannya bukan semata pada spesialisasi bidang ekonomi, melainkan jauh lebih generalis karena ia juga bersinggungan dengan berbagai sektor dalam ruang lingkup AEC, seperti perdagangan, investasi, services, finansial, energi, ICT, transportasi, ketahanan pangan, dan lain-lain. Tugasnya banyak bersinggungan dengan data dan harus menurunkannya pada laporan simpulan yang mudah dimengerti di level ministerial.

“Kalau di saya, kebetulan karena saya lebih ke koordinasinya, jadi lebih ke generalisnya. Jadi gimana mengumpulkan semua data dari berbagai sektor ke dalam satu bahasa yang mudah dicerna, kemudian dianalisis, ada reporting-nya juga ke technical working group, kemudian ketika ministerial meeting membuat data yang komplek tersebut itu bisa di-simplify dengan bahasa atau presentasi yang mudah dimengerti,” tutur Arip menjelaskan pekerjaannya.

Generasi Pertama Beasiswa LPDP

Satu dekade lalu, beasiswa pendidikan tinggi untuk anak bangsa lahir melalui Kementerian Keuangan. Menggunakan skema pengelolaan dana abadi, LPDP ditunjuk untuk mengelola dan menyelenggarakan beasiswa.

Informasi awal terkait kabar baik ini tentunya belum masif dan tersebar dari mulut ke mulut. Arip adalah salah satu yang mendapat informasi dari rekanan. Sejak awal tahun 2013 ia mulai mendengar bahwa Kementerian Keuangan akan membuka program beasiswa yang lembaga pengelolaannya di bawah Badan Layanan Umum (BLU).

Kasak-kusuk kabar pembukaan beasiswa oleh Kementerian Keuangan itu akhirnya dikonfirmasi lagi oleh kolega di kantornya. Arip kemudian berinisiatif mendaftar dan mengikuti serangkaian proses seleksi termasuk wawancara panel dengan empat orang. Sekitar sebulan selesai menjalani rangkaian seleksi, Arip dinyatakan diterima.

“Saya mencoba apply, alhamdulillah dapat ya. Itu mungkin cerita awalnya ya kalau ditanya saya dengar dari mana” kenang Arip.

Arip masih ingat betul bagaimana ia menjadi salah satu dari total 60 orang yang lolos beasiswa LPDP angkatan pertama kalinya. Kala itu semua awardee dikumpulkan untuk menerima sejumlah materi pembekalan yang kemudian dikenal Persiapan Keberangkatan (PK) di bulan Mei 2013. Terdapat sejumlah kegiatan pelatihan dan seminar yang mendatangkan sejumlah tokoh hingga kegiatan outdoor.

“Saya ingat yang paling berkesan itu karena waktu itu ada acara outdoor-nya. Jadi setelah itu kita kemah camping kalau nggak salah tiga malam ya, kemudian ada acara naik gunung juga. Kemudian yang paling menarik waktu itu ada acara di Kepulauan Seribu, jadi acaranya di kapal laut” cerita Arip.

Maastricht University dipilih Arip untuk melanjutkan studi magister Kebijakan Publik dan Pembangunan Manusia. Alasan Arip memilih kampus yang berada di Belanda tersebut karena ia ingin menempuh pendidikan lagi di kawasan Eropa karena sebelumnya sudah menamatkan magister ekonomi di Prancis. Selain itu, kampus tersebut membangun kolaborasi dengan United Nations University (UNU) dan menawarkan double degree.

Dari hasil mencari informasi kurikulum dan programnya, Arip tertarik dengan program tersebut untuk belajar tentang kebijakan publik secara teoritis dan teknis. Ini sejalan dengan pekerjaan Arip sebelumnya yang banyak bersinggungan dengan bidang kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.

Tesisnya membahas tentang dinamika kemiskinan di Indonesia dalam kurun 1993 sampai 2007 yang mengekspos perubahan tingkat kemiskinan untuk diketahui faktor apa yang berperan signifikan. Masih di kampus dan beasiswa LPDP yang sama, setelah lulus master di tahun 2014, Arip langsung mengambil program PhD Ekonomi dan merampungkan studinya awal tahun 2019.

Disertasi Arip mengangkat tentang perbedaan distribusi kesejahteraan (income inequality) di antara tiga negara yang menyumbang hampir 40 persen populasi dunia, yaitu Tiongkok, India, dan Indonesia. Ada banyak faktor yang diungkap dan mempengaruhinya, seperti struktur demografi, sistem ketenagakerjaan, dan lainnya yang menyebabkan ketidakmerataan kesejahteraan.

Sarjana Teknik yang Kepincut Ekonomi dan Kebijakan Publik

Perjalanan karier Arip tak kalah menarik untuk diikuti. Arip adalah lulusan Teknik Industri Universitas Indonesia pada 2007 silam. Adalah lazim bahwa umumnya impian karier lulusan teknik adalah bekerja di bidang minyak dan gas atau perusahaan multinasional lainnya yang terkait. Arip pun tak luput memiliki keinginan tersebut dan termasuk mencoba melamarnya.

Setelah mencoba sana-sini, akhirnya ia diterima di MarkPlus, Inc perusahaan konsultan multinasional yang berkantor di Jakarta. Setahun bekerja, Arip berpikir untuk mengambil kuliah lagi. Namun, alih-alih meneruskan pendidikan di dunia teknik, ia justru tertarik mengambil magister ekonomi di Toulouse School of Economic di Prancis. Kala itu ia menggunakan beasiswa Eiffel Scholarship dari Kementerian Luar Negeri Prancis.

“Saya ingat selepas selesai kuliah sarjana, dosen pembimbing skripsi saya mengajak saya untuk melakukan asesmen terhadap salah satu program pengentasan kemiskinan di salah satu kementerian. Sejak saat itu saya jadi lebih tertarik untuk mendalami isu-isu terkait pembangunan.”

Pulang dari Prancis pada tahun 2010, Arip bergabung dengan Indonesia Mengajar, sebuah gerakan sosial yang mengirimkan tenaga pengajar ke banyak penjuru Indonesia.

Rasa haus belajar Arip membawanya untuk mengenyam pendidikan S2 Kebijakan Publik dan Pembangunan Manusia dan lanjut S3 Ekonomi di University-MERIT Belanda. Sepulang dari kampus yang terafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa itulah kemudian Arip sempat membantu Sekretariat Wakil Presiden dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) selama satu tahun sebelum berkarier di Sekretariat ASEAN sampai sekarang.

Tidak ada yang sia-sia dari berpindah haluan dari teknik. Arip justru dapat melihat suatu kasus dalam sudut pandang yang lebih luas dari yang dipelajarinya di S1 dengan ilmu-ilmu baru di S2 dan S3.

“S1 saya memang Teknik Industri. Jadi kemudian switch ke ekonomi dan saya melihat ini menarik. Kalau dibilang apa yang saya pelajari di sebelumnya mungkin memang not directly can be applied. Tapi kan ibaratnya pola pikir, logika dan sistematisnya itu tetap terpakai, cuma case-nya yang berbeda” ujarnya.

Perjalanan karier dan studi Arip yang beragam tak lepas dari minat dan kemauan untuk mencoba dan membaca peluang. Bagi Arip, semua pekerjaan bisa dipelajari dan harus memiliki panyassion saat menjalaninya.

“Karier saya sebenarnya lebih ke arah tidak linear. Jadi saya pernah di bidang marketing, kemudian bidang pendidikan, kemiskinan, dan stunting, dan kalau sekarang balik lagi ke ekonomi, jadi lebih generalis” rangkumnya.

Sebagai PK-1 dan kini bekerja di bidang yang bersinggungan dengan kebijakan publik, Arip melihat beasiswa LPDP telah memberikan kontribusi nyata dalam meluluskan ribuan anak bangsa baik magister maupun doktor. Bahwa dengan menempuh pendidikan tinggi, maka akan membuka peluang seseorang mendapatkan [MSCD8] pekerjaan sesuai minat, memperluas wawasan, dan membangun jejaring.

“Menurut saya, dia (pendidikan tinggi) bisa membuka wawasan dan membuka banyak pintu pilihan. Nah sejauh mana optimalisasi pilihan itu bisa adalah tergantung dari orang itu sendiri” tutur Arip.

Tak cuma untuk diri sendiri, Arip yakin bahwa pemberian beasiswa juga akan dirasakan pada negara secara jangka panjang. Peningkatan kualitas SDM tentu akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas secara nasional, serta lebih banyak inovasi yang dihasilkan untuk kesejahteraan bersama.