Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011

Awardeestory | 28-02-2023

Jalan Pengabdian Seorang Dosen, Hadirkan Untung Petani Jagung

Penulis
Dimas Wahyudi & Tony Firman

Fotografer
Dok. Facebook Stasiun Jagung Rajalia

Meski telah bisa dibilang “nyaman” sebagai dosen ASN, bara cita-cita Sudirman Daeng Raja untuk menjadi pengusaha tak pernah padam. Saat pandemi membatasi ruang gerak banyak orang, ia justru mulai menekuni usahanya sebagai pengepul jagung pada tahun 2020. Sudirman membeli hasil panen jagung dari para petani di kampung halamannya di Jeneponto, Sulawesi Selatan untuk kemudian didistribusikan kembali. 

“Saya mulai dari kebun jagung milik keluarga. Saya ingin jagung mereka bisa langsung dipasarkan di Makassar tanpa harus lewat pengepul berantai yang mereka juga sering menentukan harga. Akhirnya yang bisa kaya hanya pengepulnya saja,” terang Sudirman.

Berawal dari hasil bumi lingkup keluarga dan tetangga, prinsip “kejujuran” yang ia tawarkan kepada petani sukses menarik hati banyak petani lain. Sudirman tak segan memberi informasi harga jagung terkini di Makassar saat turun menawar panen jagung, hal yang sebelumnya sulit diketahui para peyani karena minimnya akses.

Sudirman juga mempersilakan petani menimbang dengan timbangan mereka sendiri untuk membangun kepercayaan. “Sering saya temui petani itu masih pakai timbangan batu, kami persilakan meskipun sebelumnya kami tawarkan juga timbangan kami yang digital dan lebih akurat, hal ini agar petani juga nyaman” tutur Sudirman.

Pelaut Ulung Tak Lahir dari Ombak yang Tenang

Usaha yang dijalani Sudirman tidak melulu berjalan mulus. Sudirman pernah meminjam modal usaha dari bank dengan nominal yang tak sedikit untuk pengembangan usaha. Namun, yang didapati adalah kekecewaan. Modal ratusan juta hilang. Rumah dan kendaraan yang jadi jaminan ikut terancam.

Tanpa menyalahkan siapa pun, Sudirman kembali dari nol. Ia turun ke kebun langsung untuk bertransaksi dengan para petani. “Bahkan saya sendiri yang membeli karung [untuk mengemas jagung]. Karena saya rasa kalau mau jadi pedagang ya harus hidup seperti pedagang. Tidak bisa saya hanya tunggu hasil dari rumah,” tuturnya.

Kegigihan dan tekad kuat Sudirman untuk berwirausaha memang membuahkan hasil. Sekarang, ada 14 orang karyawan tetap yang menggantungkan hidup bersama Rajalia Group. Sebagian besar karyawannya tidak lulus sekolah, sebuah potret sisi lain dari  pendidikan yang belum tuntas. “Yang penting pertama dia jujur, dan yang kedua bisa baca tulis”, terang Sudirman. 

Selain belasan karyawan, kini sudah ada ribuan petani jagung menjadi mitra bisnisnya yang tersebar di berbagai sudut Sulawesi Selatan. Ke depan, Rajalia ingin punya mesin pengering jagung sendiri agar memberi nilai tambah dan awet bila dikirim untuk ke daerah-daerah lain.

Bukan Soal Keuntungan Namun Pengabdian

Rajalia sekarang berkembang tidak hanya menjadi usaha pengepul jagung. Usaha yang berawal dari toko kelontong ini telah merambah ke sektor perkebunan, permodalan mikro untuk petani, hingga jasa persewaan truk. Sirkulasi ekonomi dari Rajalia Group kini telah begitu besar. Ia mampu menyerap rata-rata 30.000 ton jagung petani per tahun yang disalurkan ke berbagai industri pangan maupun pakan ternak.

Sudah bisa dibilang sukses menjalankan usaha, bagi Sudirman ini bukan soal profit belaka. Rajalia hadir untuk memutus mata rantai tengkulak yang terlalu panjang dan membuat harga beli jagung dari tangan petani menjadi rendah. Sudirman membantu petani memberi kepastian bahwa hasil panennya terserap ke pasar dengan harga yang jauh lebih layak.

“Bapak-bapak [petani] tidak khawatir akan nafkah keluarga, anak-anaknya bisa sekolah. Ini adalah soal pengabdian. Untung yang tersebar dan sama-sama dirasakan orang banyak itulah yang saya anggap besar, bukan apa yang terkumpul di Rajalia saja,” tutur Sudirman. 

Sudirman juga tak ingin berhenti di Sulawesi Selatan. Bagian Indonesia Timur seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara juga menyimpan potensi pertanian jagung yang luar biasa besar. Rajalia ingin hadir menawarkan sistem perdagangan jagung yang lebih baik seperti halnya yang sudah dilakukan di Jeneponto dan sekitarnya.

Menikmati Setiap Proses dan Peran

Riwayat hidup Sudirman adalah tentang perjuangan memecah batu kemiskinan struktural. Sudirman lahir dan tumbuh di desa yang cukup terpencil di daerah Jeneponto. Ia adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan orang tua yang berprofesi sebagai petani. Kebun dan sawah sangat dekat dengan kehidupan keluarga Sudirman. Di lingkungannya, pendidikan bukanlah prioritas utama bagi kehidupan masyarakat setempat. Namun, kedua orang tua Sudirman ingin melihat anak-anaknya bersekolah. 

“Orang tua saya itu termasuk yang rela menderita tidak memperbaiki rumah, membeli kendaraan, dan lainnya hanya untuk melihat anaknya sekolah. Jadi orang tua saya mendukung semua [anak-anaknya] untuk sekolah,” kenang Sudirman.

Langkah kaki Sudirman kecil sudah terbiasa berjalan lebih dari lima kilometer tiap harinya hanya untuk ke sekolah. Ada satu sungai besar yang harus dilewati Sudirman dan teman-teman sebaya. Ketika hujan dan air sungai meninggi, ia dan teman-temannya harus menyeberangi sungai menggunakan perahu dari batang pisang. Tak jarang pula Sudirman menyeberang dengan melepas baju dan menjinjing tas. Gambaran anak-anak SD, SMP yang harus bertaruh nyawa menyeberang sungai yang kita lihat di TV itu adalah keseharian yang pernah dijalani oleh seorang Sudirman. 

Masa SMA dan kuliah Sudirman dihabiskan di kota dan jauh dari orang tua. Selama merantau keluar kampungnya itulah Sudirman mengembangkan diri, bergaul dengan banyak orang, aktif berorganisasai, dan sembari tetap tekun menuntut ilmu.

Sudirman percaya bahwa pendidikan akan mampu mengangkat taraf hidupnya. Berbagai keterbatasan tak menghalangi ambisinya menuntut ilmu setinggi mungkin. Alhasil, tidak hanya menjadi sarjana pertama di antara keluarganya sendiri, tetapi juga yang pertama di desanya.  Lulus dari Pendidikan Fisika Universitas Negeri Makassar, beasiswa LPDP mengantarkan Sudirman untuk melanjutkan studi Magister ke Eropa di University College Clork, Irlandia.

Kemampuannya sebagai pengajar sempat menarik mata agen pendidikan di Dubai, Uni Emirat Arab. Sempat ditawari mengajar dengan imbalan yang luar biasa, Sudirman sadar akan tanggung jawabnya sebagai awardee LPDP. Mengorbankan tawaran menggiurkan, ia wujudkan janji pengabdiannya dan pulang ke Sulawesi, mendedikasikan dirinya untuk pendidikan generasi muda.

Pendidikan juga yang memotivasinya untuk menjadi dosen di UIN Alauddin Makassar. Meski kini sukses dengan kesibukannya sebagai bos Rajalia, kewajiban dan performanya sebagai akademisi tak juga ia tanggalkan. Sepanjang tahun 2021 lalu ia bahkan memegang predikat sebagai dosen paling produktif di tempatnya mengajar. Sudirman setidaknya membuktikan bahwa menjadi pengajar sekaligus berwirausaha bisa berjalan sama bagusnya asal dilandasi dengan motivasi untuk mengabdi dan menikmati setiap prosesnya.

Jangan Batasi Arti Pengabdian

Alumni LPDP punya tanggung jawab sosial yang besar, dan pengabdian para Alumni LPDP tak boleh dibatasi dengan mengartikannya menjadi pengajar atau birokrat. Menjadi petani maupun pedagang juga tak kalah memberi dampak luas. 

Sudirman juga menuturkan selama ini banyak alumni LPDP membuka peluang kerja di perkotaan. Rajalia yang ia rintis justru mencoba sebaliknya dengan menghadirkan kesempatan dan mendistribusikan kesejahteraan itu untuk masyarakat di pedesaan. 

“Menjadi dosen seperti saya tentu perlu, karena sektor pendidikan kita khususnya di daerah masih perlu untuk berbenah. Namun biasanya pikiran elit itu kerap menjangkiti sehingga kita bisa dengan tega menjaga jarak dengan masyarakat, dengan menjadi pedagang, pengusaha yang bergerak bersama petani, saya bisa tetap menjaga empati, semua demi pengabdian, semua demi kemanusiaan”, tutupnya.

#AwardeeStory #DiriuntukNegeri #PendidikanuntukKita #SejutaHarapan #UangKita