Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011

Awardeestory | 07-04-2023

Melihat Perjalanan dan Kesibukan Benazir Syahril, Alumni LPDP di Keketuaan ASEAN 2023

Penulis
Tony Firman

Fotografer
Dok Pribadi Benazir Syahril

Tahun ini Indonesia mendapat amanat menjalankan kepemimpinan internasional dengan memegang Keketuaan ASEAN 2023. Mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth,” Indonesia membersamai para negara anggota ASEAN untuk memastikan agar organisasi regional Asia Tenggara ini tetap dan semakin relevan bagi dunia. 

Momentum Indonesia yang menjabat sebagai Keketuaan ASEAN 2023 kali kelima ini mengantarkan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk berbincang dengan Benazir Syahril, alumni awardee LPDP yang saat ini bekerja di Sekretariat ASEAN.

Perempuan berdarah minang yang akrab disapa Bena ini akan membantu Indonesia dalam menjalankan kerja-kerja Keketuaan ASEAN 2023. Sebagai lulusan Development Management dari London School of Economics (LSE) Inggris, ia terlibat dalam portofolio sustainable urbanization atau kota berkelanjutan guna memajukan kota-kota di ASEAN.

Bena mengawali keriernya justru sebagai bankir sebelum akhirnya bekerja di Sekretariat ASEAN selama enam tahun terakhir. Kepada LPDP, Bena bersedia berbagi pengalaman karier, pendidikan, hingga tugas-tugasnya saat ini di Keketuaan ASEAN. Simak wawancara Dimas Wahyudi dari tim Komunikasi LPDP dengan Benazir Syahril.

Boleh dijelaskan profil riwayatnya?

Saya lahir besar di Jakarta dengan orang tua yang berasal dari Sumatra Barat. Riwayat pendidikan terakhir adalah S2 di London School of Economics (LSE) menggunakan beasiswa jalur reguler LPDP di tahun 2014. Saya angkatan Persiapan Keberangkatan (PK) 13.

Jurusan yang dipilih adalah Development Management. Mengapa memutuskan untuk mengambil bidang tersebut di LSE?

Di LSE ada departemen bernama International Development yang terdiri dari beberapa jurusan seperti Development Studies, Development Management, lalu ada African Development Studies. Saya memilih Development Management karena ada porsi praktisnya yang lebih banyak, seperti practical application of the theories, juga isu-isu kekinian. Jadi saya pikir lebih menarik daripada Development Studies. Karena pada akhirnya saya mungkin arahnya bukan sebagai akademisi, lebih ke praktisi. Makanya saya pilih Development Management.

Apa saja yang dipelajari di Development Management?

Development Management itu mix antara ada history-nya, ada sejarahnya, ada politiknya, ada ekonominya juga, ada social science-nya juga. Dia melihat apa yang membuat suatu negara berhasil dan kemudian bisa tidak berhasil gitu. Misalnya, apa yang membuat sebuah negara pada tahun atau di abad yang sebelumnya, dia termasuk negara-negara yang maju, tapi sekarang dia negara miskin, atau sebaliknya. Dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dipelajari seperti faktornya apa saja. Mungkin karena faktor penjajahan yang mengubah tatanan sosial, ekonomi, dan politiknya.

Bisa juga melihat dari sisi kekayaan sumber daya alam yang justru menjadi sumber bencana, istilahnya resource curse, kutukan sumber daya alam. Adanya minyak, batu bara, dan lain-lain kemudian negara tersebut bergantung pada itu kemudian menjadi eksploitatif atau bisa menjadi sumber-sumber korupsi, dan lain-lain. Jadi justru adanya sumber daya alam yang melimpah, malah jadi sebuah curse, instead of blessing

Jadi ada banyak hal-hal yang dipelajari di situ dan bisa meluas termasuk hingga ke format konstitusi negara mempengaruhi cara pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan. Jadi dinamika itu yang mempengaruhi sebuah keputusan itu diambil dan itu mempengaruhi keputusan ekonomi, keputusan politis, dan pembangunan sebuah negara gitu. Kurang lebihnya seperti itu. 

Sempat berkarier di keuangan, lalu di pendidikan, kemudian sekarang di organisasi internasional. Bagaimana perjalanan kariernya bisa seperti itu? Apa yang didapat dari LSI?

Jadi memang saya itu berawalnya dari finance ya, areanya accounting finance lebih tepatnya. Terus saya pernah juga bekerja di sektor keuangan, sektor perbankan waktu setelah saya lulus dari S1. Kemudian pada waktu itu saya berpikir ranah perbankan itu bukan karier yang ingin saya lanjutkan. Saya merasa pada saat itu tidak cocok, dan saya merasa butuh perubahan dalam arah karier. Makanya kemudian saya beralih ke development sector

Sektor yang dikerjakan saya sekarang ini biasanya disebut development sector. Nah, kemudian makanya saya ngambil lagi S2 untuk kemudian dari segi pendidikannya agar lebih mantap lagi dari sisi development sector. Karena background pendidikan saya finance, accounting gitu. Nah dari situ kemudian lulus dari S2 itu saya udah gak kembali ke swasta lagi, saya udah lanjut ke public sector waktu itu sempat bantu-bantu di Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dan setelah itu berlanjut ke Sekretariat ASEAN. 

Sekarang sudah sekitar enam tahun bekerja di Sekretariat ASEAN. Bisa dijelaskan tugasnya di sana seperti apa? 

Di Sekretariat ASEAN itu saya memegang portofolio terkait kota atau sustainable urbanization. Ada smart city atau kota pintar, juga ada perkotaan yang berkelanjutan, sustainable urbanization. Jadi saya selalu bekerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk memajukan perkotaan yang berkelanjutan atau kota pintar seperti itu. Aktivitas yang dilakukan bisa berupa studi, bisa berupa pemberian capacity building, training-training, atau kemudian juga berupa knowledge management. 

Untuk tahun ini dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN, saya banyak bekerja sama dengan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) karena Kemendagri merupakan perwakilan Indonesia untuk ASEAN Smart Cities Network atau Network ASEAN yang mempromosikan untuk kota pintar. Itu salah satu gambaran dari yang saya kerjakan. Kemudian ada juga proyek-proyek lain yang saya lakukan dengan misalnya international organization yang lain, misalnya UN-Habitat (United Nations Human Settlements Programme) dan sebagainya.

Untuk sustainable urbanization tadi, program-programnya seperti apa untuk membangun jejaring smart city ini di ASEAN? 

Misalnya yang sudah dilaksanakan adalah pemberian capacity building kepada pemerintah kota atau daerah, metakota untuk planning mereka membuat perangkat. Jadi kan misalnya sebuah kota ingin misalnya melakukan perbaikan dalam sistem transportasinya, atau misalnya kota ingin melakukan perbaikan terkait tata kelola sistem sampah mereka. Nah, untuk melakukan itu biasanya mereka membutuhkan bantuan teknis dan bantuan keuangan. Nah, itu dananya bisa dari syukur-syukur dana internal, ada dari dana pemerintah daerah atau pemerintah nasional, ada juga yang mungkin membutuhkan dana atau technical expert dari luar. 

Mengapa shifting karier dari dunia finance kemudian sampai ke sekretariat ASEAN ini? Seperti apa dulunya? 

Saya waktu itu berpikir bahwa menjadi banker atau orang bank itu mungkin bukan passion saya, bukan yang saya inginkan sebagai karier. Kemudian saya waktu itu berpikir, sebenarnya saya interest-nya dimana. Ada masa dimana semacam kontemplasi atau brainstorm sendiri lah, sebenarnya yang diinginkan tuh seperti apa. Waktu itu saya belum terlalu tau tentang development sector, terms itu saya belum familiar.

Intinya yang saya inginkan itu adalah saya bekerja untuk memberi empowering (pemberdayaan), dan empowering itu kan luas ya. Waktu itu juga saya belum bisa mengartikulasi sebenarnya empowerment seperti apa yang saya inginkan gitu. Tapi waktu itu ketika saya diskusi sama teman-teman saya, ada salah satu kenalan saya yang bekerja untuk memberdayakan ibu-ibu di desa gitu melalui apa namanya. Pemberian fasilitas perbankan untuk ibu-ibu di desa. Terus saya pikir, wah menarik nih, di sisi lain saya secara edukasi ada background banking, ada background finance, di sisi lain ada porsi di situ memberdayakan ibu-ibu. Jadi itu kayak semacam transisi, karena waktu itu saya juga bingung, nggak mau lagi kerja di sini, tapi mau pindahnya ke sektor seperti apa. Jadi itu step yang waktu itu saya ambil.

Setelah bekerja di situ beberapa waktu, saya merasa bahwa butuh pendidikan lanjut untuk mendukung karier yang saya baru ada ini. Makanya waktu itu saya mengambil S2 di LPDP. Jadi LPDP itu sebenarnya menurut saya, bukan hanya membantu melanjutkan pendidikan lebih tinggi, tapi kalau di case saya itu bantu untuk shift karier untuk yang kita inginkan gitu. 

Kadang-kadang kita suka ngomong hal-hal besar tapi sebenarnya gak tahu akar permasalahannya seperti apa. Misalnya ingin bantu orang keluar dari kemiskinan tentu harus tau kemiskinan itu apa. Makanya perlu punya pendidikan tentang itu agar apa yang kita lakukan lebih tepat sasaran.

Saya bersyukur dengan mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia melalui LPDP. Setelah lulus dari LSE pekerjaan pertama saya adalah di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Di sana saya membantu beberapa direktorat membuat roadmap suatu kegiatan, mendesain training, membuat kurikulum.

Selepas tugas selesai di Kemendikbud, saya melihat peluang apa saja di luar sana dan menemukan salah satunya ASEAN. Waktu itu sebenarnya ada yang lain bertempat di Singapura dan Jenewa. Tapi saya pikir karena belajarnya development science, udah paling menarik tinggalnya di Indonesia, di region ini. Karena permasalahannya banyak, kan itu yang menarik. Makanya saya milih waktu itu Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Saat ini Indonesia sedang memegang Keketuaan ASEAN. Bisa dijelaskan apa arti Keketuaan ASEAN ini dan implikasinya seperti apa untuk negara?

ASEAN itu kan asosiasi dari 10 negara di Asia Tenggara. Setiap tahunnya mereka bergantian mengambil keketuaan, seperti tahun lalu Kamboja. Urutan bergantinya menurut abjad, misal tahun ini Indonesia berarti tahun depan Laos.

Kemudian relevansinya Indonesia sebagai ketua ASEAN adalah banyak dari prioritas yang bisa Indonesia dorong dan promosikan. Harapannya dengan Indonesia di Keketuaan ASEAN bisa menguatkan relevansi itu tadi di tingkat lokal maupun dunia. Maksudnya relevansi ASEAN adalah sebagai suatu asosiasi yang memiliki atau mengedepankan perdamaian dan stabilitas kawasan. 

Peran apa yang dilakukan dalam Keketuaan ASEAN? Kesibukan apa saja sejak berstatus Keketuaan ASEAN? 

Salah satu stakeholder yang saya kerja bareng itu Kemendagri. Jadi Kemendagri karena mereka mengambil portofolio tentang kota, mereka proaktif dan sangat bersemangat sekali untuk mengedepankan isu-isu perkotaan. Banyak aktivitas-aktivitas yang mereka inisiasi seputar itu. Kami di Sekretariat ASEAN itu juga men-support para ASN anggota negara yang berkenaan dengan aktivitas regional. Jadi ya kesibukan tahun ini berkaitan dengan itu.

Tadi disebut soal mengedepankan stabilitas dan perdamaian. Kalau dari pandangan Anda sendiri sebagai anggota Sekretariat ASEAN dalam melihat Indonesia sebagai motor perdamaian dan stabilitas di regional ASEAN?

Ini menurut saya pribadi ya, jadi saya tidak merepresentasikan organisasi saya untuk menjawab ini. Jadi kalau menurut saya sih dari kegiatan-kegiatan atau rapat-rapat yang dipimpin Ibu Retno Marsudi itu menekankan pentingnya ASEAN untuk terus menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan ini. Itu banyak ya, bisa dari segi politik, bisa dari segi ekonomi, bisa dari segi sosial. Dalam ASEAN itu ada pilar-pilar, ada pilar ekonomi, ada pilar politik, security, ada pilar social culture. Setiap pilar itu kemudian memiliki prioritas-prioritas yang sebenarnya pada akhirnya bermuara untuk menjaga stabilitas dan kedamaian di kawasan.

Tentang proyek-proyek sustainable urbanization, seperti apa kondisi kota-kota di Indonesia? 

Di Kawasan Asia Tenggara yang dikatakan sebagai kota itu kan semakin melebar ya. Mungkin lebih dari 70 juta orang di Asia Tenggara itu tinggalnya sudah di kota. Tapi kota-kota juga menghadapi banyak permasalahan akibat dari urbanisasi yang cepat, misalnya udara yang berpolusi, atau misalnya trafik, atau banjir, kemudian masalah sampah. Itu kan masalah-masalah yang juga dihadapi kota-kota di Indonesia. 

Misalnya saat Covid-19 kemarin semua terkejut karena belum ada sistem yang mumpuni untuk menghadapi jenis pandemi seperti ini. Menjadi kurang resilient dari segi sistem baik lingkungan, ekonomi, tatanan sosial, atau fasilitas infrastruktur yang kurang mumpuni untuk menghadapi bencana-bencana seperti ini. 

Kalau tadi ditanyain kenapa butuh dibantu, ya karena kota-kota ini sebenarnya adalah garda terdepan untuk proses recovery negara. Kalau negara-negara mau recovery dari Covid-19, sebenarnya kota-kota ini di garda terdepan untuk melihat suatu negara itu bangkit dari keterpurukan pandemi sehingga sustainable urbanization itu perlu bukan hanya untuk memperbaiki masalah-masalah sekarang, tapi juga yang nanti akan terjadi. 

Misalnya kayak sekarang Jakarta. Kota ini banyak banget permasalahannya. Dari macet, udara yang sudah tidak baik, kemudian slums. Hal-hal seperti itu kan sudah terjadi. Tapi banyak kota-kota yang sedang bergerak, atau misalnya sebuah kawasan yang bergerak menjadi kota, itu kan berarti jangan sampai dia menemukan permasalahan yang sekarang Jakarta sudah kelimpungan untuk menanggulangi. ASEAN mengangkat isu sustainable urbanization karena kalau misalnya kota-kotanya nggak mampu untuk mengatasi isu-isu itu, yang terdampak bukan hanya satu negara saja, tapi negara lain juga. Karena mereka saling bersinggungan, saling connected.

Kota-kota di Indonesia seperti apa yang saat ini sedang ditangani? Masalah mereka apakah sama dengan seperti Jakarta? 

Contohnya Tomohon di Sulawesi Utara. Kita kalo ke Sulawesi Utara taunya Manado, sedangkan Tomohon mungkin nggak selalu tahu. Tapi sebenarnya kota Tomohon itu yang diunggulkan. Mereka termasuk kota turis,  mengedepankan turisme sebagai sektor unggulan. Tapi mereka juga memiliki isu terkait macet dan soal tingkat keamanan. 

Begitu pula di Banyuwangi yang mengedepankan sektor turisme. Banyak inisiasi-inisiasi yang harapannya membantu sektor turis termasuk memajukan kewirausahaan. Inilah hal-hal yang diangkat ASEAN dengan harapan kota-kota yang memiliki permasalahan sama dapat saling berinteraksi kemudian sharing pengetahuan dan keahlian. Ada dialog.

Tema tahun ini adalah adalah ASEAN Matters: Epicentrum of Growth. Seperti apa penerjemahannya dalam kegiatan yang ditangani terkait isu urbanisasi sekarang?

Kalau yang saya pahami adalah Indonesia ingin menekankan bahwa kawasan kita ini sebenarnya lumayan resilien terkait dengan economic growth. Karena kita bisa dianggap melewati krisis ekonomi saat Covid-19. Karena dunia sudah beberapa kali mengalami krisis ekonomi. Dan juga dunia juga sudah melewati, mungkin ya bisa lah kita bilang melewati Covid ya. Berarti kan sebenarnya kawasan ini tuh memiliki potensi yang besar terkait economic growth, dan ini yang harus lebih dimajukan lagi.

Selama enam tahun berkarier di ASEAN, apa pengalaman yang sekiranya bisa dibagikan khususnya kepada generasi muda.

Pada umumnya yang pasti menulis dalam bahasa Inggris itu harus bagus. Kalau ngomong bahasa Inggris mungkin sudah mulai luas ya karena ada musik, film, dan lain-lain. Cuma kemampuan untuk menuangkan pemikiran dalam tulisan itu kan skill yang berbeda dan itu menurut saya penting. 

Kemampuan presentasi atau memaparkan itu juga penting. Karena bukan hanya kemampuan untuk berbicara dalam bahasa Inggris saja, tapi bagaimana menuangkan pendapat atau menuangkan pemikiran dalam bentuk verbal itu penting. 

Makanya jika teman-teman memiliki kesempatan berkuliah di luar negeri dengan dibiayai LPDP jangan hanya kuliah saja, kalau bisa meluangkan waktu untuk berorganisasi. Bila tak ada, cobalah ikut lomba, seperti lomba menulis, lomba debat, atau hal-hal semacam itu yang sebenarnya memberikan pengalaman yang baik. 

Di Sekretariat ASEAN meski tempatnya di Jakarta, tetapi kita berkomunikasinya kebanyakan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa kerja. Karena yang bekerja di sini dari negara ASEAN lainnya juga, seperti ada orang Vietnam, Malaysia, Brunei, dan lainnya.

Saat ini angkatan LPDP itu sudah menyentuh angka 200-an. Bagaimana generasi muda terdidik ini mempengaruhi Indonesia dan ASEAN?

Dengan adanya LPDP, banyak teman-teman yang studi lanjut kemudian bisa terlaksanakan. Jadi akan lebih banyak lulusan S2 atau S3 dari Indonesia. Dengan asumsi bahwa edukasi itu bergaris lurus dengan kebaikan ekonomi, berarti itu harusnya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Peluang yang diberikan LPDP itu sangat baik. Namun perlu diperhatikan dari kemampuan para lulusannya yang diperlukan di dunia kerja selain gelar dan ijazah, seperti skill interpersonal atau skill komunikasi. Ijazah adalah ijazah, ketika berada di dunia kerja, hal lain seperti soft skill harus dipelajari. 

Saat kuliah juga harus punya roadmap memikirkan setelah lulus akan melakukan apa. Aku yakin anak-anak LPDP pasti sudah punya peta jalan tersebut. Karena untuk mendapatkan beasiswa LPDP kan harus punya rencana tersebut ya. 

Kalau generasi muda di negara tetangga juga bersekolah di luar negeri untuk meningkatkan SDM?

Mereka juga punya gairah yang sama untuk meningkatkan kualitas SDM. Misalnya dengan menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri seperti layaknya yang dilakukan Indonesia melalui LPDP