Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011

Awardeestory | 21-08-2023

Widya Putra, Alumni Beasiswa LPDP Angkatan Pertama yang Sukses Jalankan Startup Foodtech

Penulis
Tony Firman dan Irfan Bayu

Fotografer
Dok. Widya Putra

Di mata Widya Putra (32), jamur merupakan tanaman yang sangat menarik perhatiannya. Terlebih saat jamur menjadi salah satu kajian jurusannya di Program Studi Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang makin membuka mata Widya akan segudang manfaat baik dari jamur.

Pemuda kelahiran Sibolga, Sumatera Utara ini memang menyukai ilmu biologi sejak bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tak heran apabila di jurusan mikrobiologi membuatnya kian mengetahui banyak hal termasuk jamur.

“Di mikrobiologi sendiri, kita mempelajari makhluk hidup mikroskopis seperti bakteri, virus, jamur. Dan yang menarik perhatian saya adalah jamur. Kenapa? Karena ternyata jamur itu kan banyak khasiatnya, khususnya jamur yang bisa dikonsumsi, kemudian juga rasanya yang enak teksturnya menyerupai daging” ujar Widya yang skripsinya meneliti budidaya jamur tiram dengan kandungan senyawa yang bagus untuk kesehatan itu.

Dari kandungan gizi tinggi hingga teksturnya yang enak inilah membuat Widya melirik potensi budidaya jamur. Magang kuliahnya dihabiskan di perusahaan budidaya jamur di Malang, Jawa Timur untuk menambah pengetahuan dan pengalaman seiring dengan tumbuhnya jiwa-jiwa entrepreneur dalam dirinya.

Tekad kuatnya untuk berwirausaha inilah yang mendorong Widya untuk melanjutkan studi S2 ke Belanda.

Angkatan Pertama Beasiswa LPDP

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) pertama kali membuka layanan beasiswanya di tahun 2013. Bila bertanya siapa dan dimana alumni penerima beasiswa LPDP angkatan pertama? Widya Putra adalah salah satunya.

Cerita Widya mendapatkan beasiswa LPDP berawal dari ajakan rekannya. Saat itu Widya memang berminat ingin mempelajari bidang manajemen kualitas makanan untuk bekal pengetahuannya dalam berwirausaha nantinya.

Setahun setelah Widya lulus dari ITB pada 2012, ia diajak oleh dua rekannya yang lebih dahulu tahu beasiswa LPDP. Widya bersama kedua rekannya kemudian mendaftar beasiswa LPDP dan langsung diterima dengan mulus.

“Ternyata opportunity-nya masih sangat besar. Baru buka dan saya jadi salah satu angkatan PK (Persiapan Keberangkatan) pertama gitu pada saat itu,” kenang Widya. Ketika itu angkatan PK-1 LPDP berjumlah 60-an orang. Ia juga mengenang masa-masa kegiatan PK yang sangat berkesan salah satunya ketika berkesempatan menaiki kapal selam Angkatan Laut dan menginap tiga hari.

Sebenarnya Widya sudah mengantongi tiga LoA (Letter of Acceptance) dari tiga kampus dunia yang berbeda, ada Wageningen University, Ghent University, dan University of New South Wales. Pada akhirnya ia memilih Wageningen University di Belanda dengan jurusan Food Quality Management.

Proses perkuliahan di negeri Belanda menurut Widya berjalan dengan lancar. Ia juga mendapat inspirasi untuk mengenalkan produk jamur yang berbeda dari di Indonesia. Adapun kendala bahasa Inggris yang dialami Widya juga bisa ia tangani. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Wageningen University ini biasanya merekam materi dan pemaparan dosen agar dapat dipelajari kembali.

Widya mengaku sangat beruntung bisa merasakan beasiswa LPDP. Beasiswa dengan komunitas terbesar di Indonesia, all over the world, menurutnya akan sangat berguna dalam menambah teman dan relasi, “One day mungkin pemimpin-pemimpin masa depan gitu pejabat, mayoritas akan di-lead oleh alumni-alumni LPDP mungkin ya, baik di sektor BUMN, pemerintah gitu. Dan one day mungkin ya koneksi itulah yang membuat kita lebih cair”, jelas Widya.

Berwirausaha Makanan Berbasis Jamur

Sedari di bangku kuliah Widya bercita-cita ingin membuka lapangan pekerjaan agar tidak hanya bergantung bekerja kepada orang lain saja. Terlebih jika ingin Indonesia menjadi maju, jumlah wirausahawan pencipta lapangan kerja harus ditingkatkan.

“Karena banyak yang bilang 2045 Indonesia generasi emas, tapi kalau lapangan pekerjaan terbatas juga kan banyak pengangguran. Jadi saya mencoba eksplor lah apa yang bisa dikerjakan dari bidang keilmuan saya” ujarnya.

Sepulang menggaet gelar master dari Belanda, hal pertama yang dilakukan Widya adalah langsung menjajal menjadi penjual produk organik. Usaha yang dijalankan bersama rekan-rekan sesama alumni penerima beasiswa LPDP ini hanya bertahan sampai sekitar tahun 2016.

Pulang ke Bandung lagi dan masih di tahun yang sama, Widya lantas menjajal mengembangkan jamur dari ilmu pengetahuan yang telah ia dapat. Brand pertamanya bernama Mushome untuk mengenalkan jamur tiram sebagai media edukasi bagi anak-anak serta sejumlah produk jamur olahan kepada masyarakat. 

Produk Mushome adalah berupa mushroom kit, yaitu jamur yang bisa ditanam di rumah dengan media tanam serbuk gergaji. Dengan mushroom kit ini anak-anak bisa teredukasi tentang bagaimana menanam dan menumbuhkan makanan sendiri yang berbasis jamur. Pada 2018 produk Mushome bertambah menjadi keripik jamur dan rumput laut.

Di tahun berikutnya inilah brand kedua Widya yang dinamai Meatless Kingdom lahir dan berkembang pesat hingga kini. Startup foodtech yang bermarkas di Cimahi, Jawa Barat ini berada di bawah naungan PT Yasa Jamur Sriwijaya. Produk Meatless Kingdom sendiri adalah makanan olahan seperti keripik jamur, kaldu jamur, hingga daging nabati berbahan dasar jamur dan kedelai.

Bagi Widya yang penganut Buddha, makan makanan vegetarian termasuk nabati tentu sudah tak asing lagi. Widya berpikir selama ini produk makanan nabati di dalam negeri banyak dipasok dari produk impor. Jadi kenapa tidak untuk memproduksi sendiri dengan citarasa yang juga khas Indonesia. Itulah yang mendasari berdirinya Meatless Kingdom milik Widya Putra.

Sebagai seorang yang merintis usaha dari nol, Widya merasakan betul tantangan yang dihadapi pada saat awal pembentukan. Mulai dari mencari petani untuk dijadikan rekanan, hingga dia mencoba bertani jamur sendiri. Ada masa-masa di mana Widya harus pontang-panting penuh effort angkat barang membawa media tanam jamur sendiri menggunakan sepeda motor.

“itu kiri kanan saya bawa sendiri. Naik dari tempat saya ngontrak menuju Lembang setengah jam (saat) pagi. Nanti siang atau sore pulang” kenang Widya saat itu. Dirinya pun tak menampik timbul pikiran mempertanyakan kegiatannya itu di tengah status lulusan S2 Eropa yang lazimnya pergi bekerja di korporat multinasional dan berada di posisi yang nyaman.

“Tapi saya kuatkan diri lagi bahwa saya yakini ini proses yang harus dilalui untuk membuat saya berkembang sebagai pribadi dan juga berkembang nanti sebagai bisnis”, ungkap Widya yang akhirnya sukses menjadi seorang food tech entrepreneur ini.

Kini baik Mushome dan Meatless Kingdom sudah memiliki 240 store di seluruh Indonesia. Selain itu produk-produknya juga sudah diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura, Belanda, dan Hongkong. Tersedia juga di e-commerce untuk melayani para konsumen daring. Ia dibantu oleh 20 karyawan dan delapan orang anak magang. Meatless Kingdom sekarang tersedia berbagai bentuk dan rasa seperti rendang, gepuk, dendeng pedas, manis hingga dendeng asap.

Tantangan terbesar yang sedang Widya hadapi saat ini menurutnya adalah membawa awareness terhadap plant based meat termasuk produk olahan jamur ke masyarakat yang lebih luas. Ia berharap produk makanan vegetarian dapat menjadi opsi di kala orang mulai peduli dengan kesehatan dan mulai bosan makan makanan daging.

Perjalanan Meatless Kingdom di tangan Widya masih panjang. Setidaknya itulah tekadnya yang masih ingin terus mengembangkan usahanya sehingga dapat berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja, mendorong perekonomian negara, dan menjangkau masalah kesehatan dengan penciptaan pangan sehat bergizi.