Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011
Yudha Pratama Situmorang saat wisuda dari Boston University
Awardeestory

Cerita Yudha Situmorang, Dari Nyaman di Tambang Banting Setir Merintis Startup Pendidikan

Penulis
Tony Firman
Kamis,
20 Maret 2025

Tampak seorang pemuda sibuk dengan laptopnya di sebuah rumah di sudut Desa Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Beberapa kali ia bercengkerama dengan rekan-rekannya dalam suasana kerja. Ini adalah kantor Skuling.id, sebuah startup berupa platform aplikasi pendidikan yang berfokus memberikan pelatihan soal dan tryout Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dan Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT)

“Masalah pembelajaran di Indonesia saat ini bukan soal kemampuan kita yang kurang, tapi desire to learn-nya yang masih kurang” ujar pemuda tersebut, Yudha Pratama Situmorang yang merupakan pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) dari Skuling.id. Ia menuding masifnya aplikasi media sosial seperti TikTok, Instagram, hingga gim online menjadi penyebab kemerosotan minat belajar para pelajar Indonesia.

Berbagai temuan telah mengungkap adanya korelasi konsumsi konten berlebihan di gawai dengan penurunan kemampuan konsentrasi, berpikir jernih, dan menyerap informasi baru. Sampai-sampai sebutan brain rot dinobatkan menjadi Word of The Year 2024 oleh Oxford University Press, yang merujuk pada kondisi tersebut.

Inilah yang memantik Yudha dan rekannya mendirikan platform Skuling.id dengan metode gamifikasi. Tujuannya menarik minat para siswa agar mau berlama-lama memainkan aplikasi belajar layaknya bermain gim. Belajar menjadi menyenangkan dan bukan lagi sebuah beban di era gempuran kecanduan gawai.

Usaha yang dijalankan Yudha dan satu rekannya ini masih amat muda, baru dimulai 2024 kemarin. Terjun ke dunia startup bisa dibilang tak pernah ada di proyeksi masa depannya. Keputusan besar diambil dengan melakukan career switching dari nyaman bekerja di tambang memilih banting setir terjun ke rimba startup. Menurutnya ini adalah panggilan hati, sekaligus jalan pengabdian seorang penerima Beasiswa LPDP lulusan Master of Business Administration dari Boston University.

Mimpi Anak Pematangsiantar Menjadi Pekerja Tambang

Yudha adalah anak kedua dari empat bersaudara. Mereka semua lahir dan tumbuh besar dari keluarga militer. Kedisiplinan dan kesederhanaan adalah pokok pengajaran yang diterapkan orang tua kepada anak-anaknya. Sadar masa depan penuh tantangan dan kesuksesan harus diraih, orang tuanya menitikberatkan anak-anaknya untuk terus mengejar pendidikan.

Kita ini adalah anak daerah dan juga dari keluarga yang sederhana. Pendidikan adalah satu-satunya yang paling berharga yang mereka bisa wariskan ke kami.” kenang Yudha. Hal ini wajar mengingat di lingkungan kampungnya masih banyak yang belum terlalu mementingkan pendidikan tinggi.

Meski sudah mendapat dukungan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, Yudha masih belum banyak terpapar informasi terkait jurusan yang tersedia dan cocok untuknya di perkuliahan sarjana nanti. Modal semangat ini akhirnya mengantarkan Yudha pada satu bidang yang menurutnya menarik perhatian kala itu, yaitu dunia minyak dan gas.

“Saya melihat bahwa pertambangan dan perminyakan itu adalah dunia yang sangat menarik dan juga karena Indonesia memiliki resource yang cukup besar di dalam pertambangan. Maka saya memutuskan, wah, sepertinya saya harus kerja di tambang dan bisa masuk ke teknik geologi itu seperti mimpi jadi nyata pada saat itu.” ujarnya.

Mimpi itu menjadi kenyataan saat Yudha berhasil diterima di jurusan Teknik Geologi Universitas Padjajaran Bandung. Namun kendala terjadi saat ada perubahan kebijakan kenaikan uang kuliah. Ia dimasukkan ke golongan tertinggi yang berarti harus membayar Uang Kuliah Tunggal di nilai yang paling besar. Padahal orang tuanya masih menanggung biaya kuliah kakak dan adik-adiknya.

Di sinilah Yudha memutar otak, mengusahakan untuk mendapat keringanan pembayaran UKT dari pihak kampus dan hasilnya nihil. Dari menghadap bagian kemahasiswaan, dekan, hingga bertemu rektor tetap tak mendapat hasil yang diinginkan. Sementara tenggat pembayaran terus berjalan, Yudha sempat membayar UKT dengan skema cicilan.

Pemuda batak ini terus memutar otak. Muncul ide menyurati pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kala itu yang isinya meminta keringanan dan solusi. Setiap hari selama dua minggu Yudha gigih menyurati kementerian melalui email hingga akhirnya direspon dengan menyuruh mengirimkan berbagai berkas yang dimaksud.

Terwujudlah secarik surat berjudul “Surat Anak Bangsa kepada Bapak Menteriku” yang isinya permohonan keringanan, dibalas dan langsung ditujukan kepada rektor untuk menindaklanjutinya. Apa yang diperjuangkan akhirnya didapat. Keringanan biaya UKT terwujud.

“Saya mau menunjukkan bahwa selalu ada jalan yang penting tetap mau kerja keras dan mencari jalan-jalan yang mungkin tidak terlihat di depan mata, tapi kalau mau berpikir out of the box dan mencoba segala jalan pasti bisa melanjutkan pendidikan asal kita mau berusaha.” ujar Yudha yang punya tekad kuat ini.

Setelah lulus, Yudha bekerja di industri pertambangan seperti yang diimpikan sejak di bangku SMA. Bukan perusahaan biasa, PT Adaro Energi Indonesia telah menjadi rumahnya mengaplikasikan dan mengembangkan diri selama lebih dari empat tahun sejak magang dari tahun 2017. Bahkan ia turut bagian dari Management Trainee yang artinya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin penerus di perusahaan tersebut.

Tertarik Berwirausaha, Menuju Boston

Pandemi COVID-19 mengubah pandangannya. Ia melihat bagaimana dampak bisnis terhadap individu sangatlah besar kala, itu termasuk peluang baru yang tercipta. Akhirnya Yudha mulai tertarik untuk mendirikan usaha dan melihat sebagai jalan untuk menciptakan dampak yang lebih luas kepada masyarakat.

Gayung bersambut. Di saat bersamaan LPDP membuka jalur Beasiswa Kewirausahaan pada 2021, sebuah kesempatan yang dirasa seperti "panggilan" baginya. Beasiswa Kewirausahaan yang diluncurkan LPDP mensyaratkan adanya ide bisnis. Yudha kala itu melihat betapa literasi finansial itu sangatlah penting di masa pandemi yang mendatangkan krisis global.

“Kita mulai side project kecil-kecilan pada saat itu. Membuat situs finansial literasi bernama InvestBro. Itu sudah mulai aktif dikembangkan dan waktu itu sudah mencapai 4.000 pembaca per hari.” kenang Yudha.

Memilih Boston University bukannya tanpa alasan spesifik. Pilihan tersebut sudah dipikirkan masak-masak dengan faktor iklim dan kualitas pendidikan dan pengajaran yang jadi alasannya. Bahkan selama di sana ia bisa bertemu dengan orang-orang penting dari Indonesia yang mengisi acara di sana seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Pengusaha dan Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Patrick Sugito Walujo yang kala itu menjabat CEO Tokopedia.

Dunia digital technology dan data analytic yang menjadi bidang unggulan di urusan Master of Business Administration (MBA) di Boston juga dirasa menambah antusiasme Yudha yang ingin berfokus mengembangkan bidang tersebut.

“MBA-nya banyak berbicara tentang mengolah data dan juga secara matematis dan berhitungan. Jadi bisa lebih terstruktur lah saya berpikirnya.” ujarnya.

Tertarik Isu Pendidikan

Pulang dari Amerika Serikat, pergumulan karier dan masa depan terjadi. Yudha sedang berambisi membangun usaha sendiri di dunia startup. Itu artinya ia harus pensiun dini dari dunia pertambangan yang merupakan dream job sejak bangku SMA. Terlebih dengan jalur Management Trainee yang ia jalani tentunya kepastian karier lebih terjamin.

“Ini adalah salah satu the toughest decision in my life ya, bagaimana meninggalkan karir yang bisa dibilang sudah cukup nyaman” tuturnya.

Ia juga melihat bagaimana rekan-rekan lulusan jurusan MBA banyak yang memperoleh pekerjaan bergaji tinggi. Sedangkan dirinya tentu harus merintis startup dari nol yang sangat mungkin penuh lika-liku profit. Tetapi misi dan mimpinya lebih besar dari segala kekhawatiran itu semua. Dunia pendidikan telah menariknya lebih dalam.

Yudha adalah anak yang dibesarkan dengan nilai bahwa pendidikan itu penting dan mampu mengubah nasib. Ia membuktikannya sendiri dari perjalanan pendidikan sampai dapat memperoleh dream job. Orang tuanya berjuang maksimal agar keempat anaknya semua dapat mengenyam pendidikan tinggi di perantauan.

Dari pengalaman personal inilah Yudha terpanggil untuk menekuni dunia pendidikan. Ia mengaku ingin membantu lebih banyak orang untuk mendapatkan pendidikan terbaiknya guna mengubah nasib.

“Saya memperoleh kesempatan sharing session dengan Pak Gita Wirjawan tentang rencana membangun Skuling yang saya kerjakan saat ini. Di sana beliau banyak memberikan insight, nasihat, dan pesan kepada saya yang membuat saya 100 persen yakin oke let’s do this. Beliau mengatakan keep the mission alive.” kenangnya saat menerima semangat pamungkas.

Mendirikan Skuling, Mendongkrak Minat Belajar Siswa

Skuling lahir sebagai aplikasi latihan soal dan try out yang dirancang untuk membantu siswa mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi negeri. Namun, Skuling bukan sekadar platform biasa. Yudha dan timnya memahami bahwa tantangan terbesar dalam pendidikan saat ini bukan hanya keterbatasan akses, tetapi juga kurangnya minat belajar akibat distraksi dari media sosial dan game online.

Yudha 100 persen sadar bahwa ia sedang memasuki pasar yang sudah diisi oleh pemain-pemain besar pendahulunya. Maka, Skuling mengadopsi elemen gamifikasi. Ada sistem leaderboard, peringkat, serta "push rank" yang membuat siswa merasa seperti bermain gim, padahal mereka sedang belajar.

“Saat ini kompetisi itu bukan tentang aplikasi melalui aplikasi lainnya, tetapi aplikasi melawan aplikasi sosial media macam TikTok, Instagram dan juga online games untuk menarik perhatian pelajar. Disitulah Skuling ingin fokus ke sana.” tekannya.

Kini, Skuling telah digunakan oleh lebih dari 220 ribu siswa dari 509 kota dan kabupaten di Indonesia. Soal-soal di platform ini telah dikerjakan lebih dari 19 juta kali, menunjukkan keterlibatan tinggi dari penggunanya. Bahkan telah lazim anak-anak mengatakan “mau push rank Skuling dulu” saat menyebut kegiatan belajar dengan aplikasi tersebut.

“Jadi kita sudah berhasil untuk membuat belajar itu mereka nikmati” katanya.

Tak hanya berfokus pada teknologi, Skuling juga aktif dalam proyek sosial. Mereka memberikan tryout gratis di sekolah-sekolah, bekerja sama dengan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, serta mendukung program pemberdayaan perempuan di bidang STEM. Mereka juga berkolaborasi dengan Karsabakti, organisasi yang membantu anak-anak menjadi sarjana pertama di keluarganya.

Saat ini Skuling masih berjalan 10 persen dari total visinya. Masih ada banyak sekali rencana dan program pengembangan termasuk melebarkan sayap menyasar market jenjang pendidikan SMP, dan SD guna membawa corak baru metode pembelajaran berbasis gamifikasi.

Bagi Yudha, perjalanan ini bukan sekadar membangun startup, tetapi tentang menyalakan harapan. Peran LPDP sangat besar dalam perjalanannya, membuka pintu ke pendidikan berkualitas yang membentuk visinya saat ini. Ia berharap semakin banyak anak muda Indonesia memanfaatkan kesempatan ini untuk berkarya dan berkontribusi bagi negeri.

"Jangan lupa dari mana kita memulai, tetap syukuri langkah kecil yang telah dicapai, dan yang terpenting, just keep the mission alive," tutup Yudha dengan senyum penuh keyakinan.

Berita Terkait

Aishah Prastowo, Lulusan S3 Oxford yang Pilih Jadi Guru SMA di Yogyakarta

Awardeestory | 29-04-2025

Aishah Prastowo, Lulusan S3 Oxford yang Pilih Jadi Guru SMA di Yogyakarta

LPDP untuk STEM Saja? Cerita Dua Penerima Beasiswa LPDP yang Mengambil Studi Soshum

Awardeestory | 16-02-2025

LPDP untuk STEM Saja? Cerita Dua Penerima Beasiswa LPDP yang Mengambil Studi Soshum

Dedikasi Marthella Sirait untuk Ciptakan Indonesia yang Inklusif

Awardeestory | 30-12-2024

Dedikasi Marthella Sirait untuk Ciptakan Indonesia yang Inklusif