Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011
Yasper Michael Mambrasar saat wisuda University Wisconsin-Madison
Awardeestory

Cerita Yasper Michael Mambrasar, Peneliti Papua Penemu Rhododendron mulyaniae

Penulis
Tony Firman
Selasa,
29 Juli 2025

Apabila ada satu nama yang paling lekat dengan bunga Rhododendron di Indonesia, maka Yasper Michael Mambrasar adalah orangnya. Peneliti muda asal Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya ini berhasil menemukan spesies baru bunga Rhododendron yang tumbuh alami di kampung halamannya. Bunga cantik itu diberi nama ilmiah Rhododendron mulyaniae dan telah terbit di jurnal Nordic Journal of Botany.

Sebagian besar dari kita mungkin belum terlalu familiar dengan Rhododendron. Ini adalah nama latin dari bunga yang lazim dijumpai di wilayah Indonesia. Biasanya tumbuh elok di alam terbuka, hutan, atau pegunungan. Ada yang menamai kembang geni, azalea, kadudampit, dan banyak lagi sesuai daerah masing-masing.

Dalam bahasa Yunani, rhodon berarti mawar dan dendron adalah pohon meski bukan berarti kerabat langsung dari mawar. Ia berasal dari keluarga Ericaceae serta masih saudara dekat dengan azalea dan blueberry.

Spesies baru yang ditemukan Michael ini tumbuh alami di sebuah bukit di Tambrauw. Ciri khas bunganya berwarna merah cerah dan menyerupai corong kecil yang mekar. Kelopaknya saling simetris dengan ukuran sekitar lima sampai tujuh sentimeter. Bagian daunnya berwarna hijau tua, berbentuk lonjong, dan terasa sedikit berbulu jika diraba, terutama di bagian bawah.

Temuan baru bunga merah Rhododendron dari Tambrauw adalah bagian dari penelitian tesis Michael di Department of Botany, University Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Michel menempuh studi tersebut dengan Beasiswa LPDP sebagai seorang peneliti di Herbarium Bogoriense di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cibinong, Bogor.

Siapa sangka kecintaannya pada bunga anggrek yang mudah ditemui di alam Papua tempatnya tumbuh besar telah mengantarkan Michael hingga jauh sampai titik ini.

“Ketika sebut Yasper, orang jadi bisa bilang oh itu yang ngerjain Rhododendron dari Indonesia. Ketika ada periset dari luar negeri yang mau meneliti Rhododendron misalnya, ini pasti kontaknya ke saya untuk sharing data” ujarnya bangga.

Michael tidak lahir dari lingkungan peneliti. Tumbuh besar di alam Papua yang segalanya butuh perjuangan ekstra. Bagaimana perjalannya hingga menjadi peneliti hingga apa alasannya dengan berani memberikan nama yang terinspirasi dari Sri Mulyani?

Inilah kisah lengkap Michael sang ilmuwan botani dari ufuk timur.

Dari Tambrauw yang Lebat Berjumpa Anggrek

Lahir di Kota Sorong dan tumbuh besar di Distrik Sausapor, Kabupaten Tambrauw, Michael menghabiskan masa kecilnya di lingkungan yang masih sangat alami, jauh dari hiruk pikuk modernisasi. Ia merasakan transisi dari masa di mana internet dan listrik belum ada, hingga saat ini fasilitas tersebut sudah tersedia di Tambrauw.

Kondisi geografis yang menantang membuatnya terbiasa dengan perjalanan panjang menggunakan perahu motor selama 6-8 jam untuk mencapai kota, serta akrab dengan hutan sebagai tempat bermainnya. Kedekatannya dengan alam inilah yang menumbuhkan kecintaannya pada botani, khususnya anggrek hutan. Sejak kecil, ia gemar mengambil anggrek liar dari hutan untuk ditanam di sekitar rumahnya.

Michael adalah anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya seorang PNS dan ibunya seorang perawat yang bertugas di Sausapor. Meskipun kedua orang tuanya PNS, secara finansial mereka harus memutar otak untuk membiayai kuliah keempat anaknya yang jarak usianya tidak terlalu jauh. Ayahnya bahkan sampai berjualan ikan untuk menambah pemasukan.

"Tugas kalian adalah kuliah sampai selesai. Soal biaya, biar kami yang pikirkan," pesan ayahnya.

Ini menjadi motivasi besar bagi Michael dan saudara-saudaranya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi dan hidup hemat. Mereka semua berhasil meraih gelar sarjana, dengan kakak tertuanya bekerja di Freeport, Michael sendiri, adik keduanya menjadi PNS di Tambrauw, dan adik ketiganya menjadi dokter.

Dari Anggrek, LIPI, Hingga Amerika

Bicara soal kehidupan Michael yang dekat sekali dengan hutan dan laut, ternyata ada satu tumbuhan yang sejak kecil membuatnya jatuh hati yaitu anggrek hutan. Bunga ini memang lazaim tumbuh liar di Papua. Tak jarang sampai ia membawa pulang anggrek liar dari hutan dan menanamnya di sekitar rumah.

“Saya menanam anggrek di sekitaran rumah. Karena itulah yang jadi motivasi untuk harus masuk ke Pertanian waktu itu. Harapannya saat lulus bisa membangun kebun anggrek dan menghasilkan varietas-varietas baru” tuturnya.

Kecintaan Michael pada anggrek mendorongnya untuk mengambil studi pemuliaan tanaman di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2004. Ia memiliki cita-cita untuk membangun kebun anggrek dan menghasilkan varietas-varietas baru. Skripsinya sendiri melibatkan eksplorasi anggrek di Raja Ampat pada tahun 2008, di mana ia menginventarisasi jenis-jenis anggrek epifit di sepanjang Sungai Swaimbon. Penelitian ini mengantarkannya lulus sarjana pada tahun 2009.

Setelah lulus S1, Michael langsung bekerja sebagai seed analyst di Monsanto Indonesia, sebuah perusahaan benih jagung di Mojokerto, bahkan empat bulan sebelum wisuda. Namun, keinginan orang tuanya agar ia menjadi PNS di Papua sangat kuat, meski Michael sendiri tidak memiliki niat tersebut. Setelah beberapa tahun di rumah tanpa pekerjaan, ia akhirnya melihat peluang di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Perjumpaan dengan peneliti anggrek Destario Metusala di Raja Ampat dan Kebun Raya Cibodas semakin menginspirasinya untuk bergabung dengan LIPI (sekarang BRIN).

Di LIPI, Michael awalnya berharap ditempatkan di bagian pemuliaan tanaman, sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun, Kepala Bidang Botani mengarahkannya ke laboratorium sistematika tumbuhan atau taksonomi, sebuah bidang yang Michael tidak memiliki dasar biologinya. Meskipun demikian, atasannya percaya pada kemampuannya setelah melihat penelitian S1-nya tentang anggrek. Kepercayaan ini mendorong Michael untuk mendalami bidang taksonomi, yang kemudian membawanya menemukan beberapa spesies varietas bunga baru.

Setelah tiga tahun menjadi peneliti di LIPI yang bersalin rupa menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Michael memutuskan untuk melanjutkan studi S2. Ia mendapatkan beasiswa LPDP dengan program Afirmasi Indonesia Timur yang juga memberinya program pengayaan bahasa Inggris. Ia ingat pada tahun 2019 harus pergi ke Jayapura guna mengikuti tes LPDP secara luring.

Ketika meriset kampus di Amerika Serikat, Michael menemukan nama Kenneth M. Cameron di situs web Departemen Botani University of Wisconsin-Madison yang menjadi pilihannya. Nama tersebut sangat familiar baginya karena buku-buku Ken Cameron menjadi referensi utama saat ia mengerjakan skripsi S1 tentang anggrek.

Ken Cameron adalah seorang profesor dan kepala departemen yang kepakarannya di bidang taksonomi anggrek. Michael menghubunginya melalui email, dan setelah wawancara, ia diterima sebagai mahasiswa. Hal ini menunjukkan bagaimana kecintaan Michael pada anggrek terus membimbing perjalanannya, dari masa kecil, masuk BRIN, hingga melanjutkan S2.

Menemukan Rhododendron mulyaniae

Sebagai seorang peneliti, Michael memilih untuk menuntaskan studi masternya dengan melakukan penelitian dan menulis tesis. Supervisornya menyarankannya untuk menulis koleksi spesimen herbarium asal Indonesia yang berpotensi menjadi spesies baru. Michael yang sudah tergabung dalam American Rhododendron Society (ARS) juga mendapatkan pendanaan lapangan dari Departemen Botani kampusnya dan ARS.

Awalnya, Michael berencana meneliti spesies endemik Jawa yang hampir punah, Rhododendron loerzingii, di Gunung Sumbing, Jawa Tengah. Namun, saat pulang ke Tambrauw, seorang teman dari kepolisian mengabarkan tentang keberadaan bunga Rhododendron di Bukit Botak, Fef, ibu kota Tambrauw. Meskipun jenis yang difoto temannya sudah teridentifikasi, insting Michael membawanya untuk memeriksa langsung ke Bukit Botak.

Michael menghadapi tantangan besar untuk mendapatkan izin mendaki Gunung Botak, yang dikeramatkan oleh marga Bofra karena diyakini sebagai tempat tinggal nenek moyang mereka. Setelah seminggu berupaya dan menjelaskan tujuan penelitiannya kepada kepala distrik dan pemilik hak ulayat, ia akhirnya diizinkan mendaki hingga puncak pertama.

Setibanya di perbukitan itu, Michael menemukan hamparan bunga Rhododendron, termasuk satu pohon dengan bunga merah menyala yang mencolok dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia mengambil sampel sepanjang 30 cm untuk dikeringkan dan dibawa ke Herbarium Bogor. Spesimen ini kemudian diidentifikasi dan dikonfirmasi sebagai spesies baru, yang kemudian dinamai Rhododendron mulyaniae.

Proses penemuan dan publikasi Rhododendron mulyaniae memakan waktu sekitar enam bulan. Dimulai pada tahun 2022 dengan pengambilan spesimen lapangan, dilanjutkan dengan proses pengeringan dan identifikasi morfologi yang memakan waktu hampir satu bulan. Tantangan terbesar datang saat proses ilustrasi ilmiah yang membutuhkan waktu hingga tiga bulan karena keterbatasan ilustrator. Meskipun demikian, dengan kerja keras dan koordinasi jarak jauh dengan tim di Indonesia, Rhododendron mulyaniae akhirnya resmi diperkenalkan ke dunia sains.

Sebuah Nama, Sebuah Tanggung Jawab

Penamaan spesies ini dengan Rhododendron mulyaniae bukanlah tanpa polemik. Secara ilmiah, pemberian nama tumbuhan kepada seseorang harus didasarkan pada kontribusi orang tersebut dalam bidang keilmuan.

Michael menghadapi perdebatan dengan reviewer jurnal karena Sri Mulyani dianggap seorang politisi, dan penggunaan nama politisi dalam taksonomi seringkali ditentang karena dinilai rentan berseberangan dengan prinsip konservasi.

Sejumlah penjelasan alasan Michael disebutkan satu per satu. Pertama, ia memang ingin menghormati Sri Mulyani karena kepeduliannya terhadap beasiswa bagi putra-putri Papua di LPDP, terutama keputusannya untuk memasukkan anak-anak Papua dari garis keturunan ibu dalam persyaratan beasiswa, yang sebelumnya hanya terbatas pada garis keturunan ayah.

Hal inilah yang rupanya sangat menyentuh Michael, mengingat nilai penting garis keturunan ibu dalam suku Biak asalnya dan Orang Asli Papua (OAP) pada umumnya. Kedua, alasannya adalah adanya program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) yang didanai oleh LPDP. Michael dan timnya pernah mendapat manfaat RIIM sehingga bisa melakukan ekspedisi ke sejumlah tempat terkait penelitian biodiversitas.

Tetapi lebih dari sekadar apresiasi, Michael memiliki tujuan yang jauh besar di balik penamaan ini. Ia ingin Rhododendron mulyaniae menjadi simbol konservasi bagi Tambrauw, yang ia sebut sebagai "surga terakhir di Papua Barat". Michael berharap penamaan ini dapat menarik perhatian para pemangku kebijakan, termasuk Sri Mulyani sendiri, untuk lebih peduli terhadap pelestarian hutan adat di Tambrauw yang kaya biodiversitas namun terancam oleh pembangunan dan kegiatan eksploitatif.

Harapan besarnya lagi adalah ingin menginspirasi pembentukan lembaga penelitian mandiri di Indonesia yang didanai melalui sistem endowment fund layaknya LPDP, seperti yang ia pelajari dari Holden Arboretum di Ohio, Amerika Serikat. Model ini memungkinkan riset berjalan tanpa bergantung pada dana pemerintah, mendorong peneliti untuk lebih aktif mencari pendanaan eksternal, dan pada akhirnya melahirkan peneliti-peneliti besar.

Bagi Michael, penemuan spesies baru dan publikasinya adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang taksonom dan abdi negara untuk mengungkap kekayaan biodiversitas Indonesia, khususnya Papua. Ia merasa bangga bisa mempublikasikan spesies baru dari kampung halamannya di jurnal internasional.

Michael berpesan kepada generasi muda Papua untuk mengambil jurusan yang dibutuhkan daerah, seperti botani, zoologi, dan mikrobiologi, untuk mengungkap keanekaragaman hayati Papua yang masih melimpah. Ia menekankan bahwa LPDP adalah beasiswa yang luar biasa, memberikan dukungan komprehensif, dan memiliki kuota besar untuk program afirmasi, sehingga generasi muda Papua tidak perlu ragu untuk mendaftar.

Berita Terkait

Mental Juara Kevin Lijaya Lukman, Dari Gagal IELTS Tiga Kali Hingga Tesis Terbaik Se-Inggris Raya

Awardeestory | 28-05-2025

Mental Juara Kevin Lijaya Lukman, Dari Gagal IELTS Tiga Kali Hingga Tesis Terbaik Se-Inggris Raya

Membentuk Generasi Siap Kerja: Kiprah Acniah Damayanti di Career Development Center FISIPOL UGM

Awardeestory | 23-05-2025

Membentuk Generasi Siap Kerja: Kiprah Acniah Damayanti di Career Development Center FISIPOL UGM

Aishah Prastowo, Peneliti Lulusan S3 Oxford yang Pilih Jadi Guru SMA di Yogyakarta

Awardeestory | 29-04-2025

Aishah Prastowo, Peneliti Lulusan S3 Oxford yang Pilih Jadi Guru SMA di Yogyakarta