Gedung Danadyaksa Cikini, Jl. Cikini Raya No.91A-D, Menteng, Jakarta Pusat
Call Center 134, +62-21-23507011

Risprostory | 30-12-2021

Dukungan Riset Pengembangan Perikanan dan Pariwisata Internasional di Danau Toba

Penulis
Ari R. Kuncoro

Fotografer
Debie Delima Rani

Salah satu danau terbesar dan terdalam di dunia, disandang oleh Danau Toba di Provinsi Sumatra Utara. Bahkan danau yang menjadi paling besar di kawasan Asia Tenggara ini, telah dinobatkan oleh Kemenparekraf sebagai ikon baru wisata di Indonesia yang menyajikan keindahan alam.

Dengan pertimbangan kondisi sejarah, geografis, sosial budaya, keunikan alam dan topografi, ternyata hingga saat ini pengembangan pariwisata Danau Toba masih menghadapi banyak kendala. Mulai dari permasalahan seperti infrastruktur yang belum mendukung, masyarakat yang belum siap dan kondisi air Danau Toba yang sudah tercemar, menyebabkan tujuan pengembangan wisata di Danau Toba masih belum optimal.

Hal khusus terkait pencemaran air di Danau Toba, LPDP turut mendanai riset tentang permasalahan tersebut dengan judul riset Resolusi Konflik Dalam Penggunaan Sumberdaya Alam Danau Toba Menuju Pengembangan Perikanan dan Pariwisata Internasional. Penelitian ini telah memasuki tahun pertamanya dan menemukan beberapa faktor penyebab penecemaran air tersebut seperti limbah domestik, aktivitas pertanian dan kehutanan di Kawasan Danau Toba dan perikanan keramba jaring apung (KJA).

Sedangkan hal menarik sekaligus yang paling disorot oleh berbagai pihak sebagai penyebab utama pencemaran adalah usaha perikanan KJA di badan air Danau Toba. Ketua periset Pencemaran Air di Danau Toba ini, Prof. Manuntun Parulian Hutagaol menuturkan bahwa di tahun 2017, ternyata Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan SK Gubernur Sumatera Utara No. 188.44/213/KPTS/2017 yang menyebutkan bahwa kualitas air Danau Toba telah mengalami penurunan dan sudah dalam kondisi tercemar berat.

“Perlu ditetapkan daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton per tahun dari sekitar 74.000 ton ikan saat ini”, kata Prof. Parulian. Dirinya juga menambahkan bahwa kondisi yang terjadi saat ini menimbulkan keresahan di kalangan pelaku KJA, baik KJA lokal maupun perusahaan, karena mereka harus mengurangi produksinya secara drastis atau bahkan menutup usahanya, yang tentu akan sangat merugikan ribuan pelaku KJA lokal.

Berangkat dari permasalahan tersebut yang diungkapkan oleh Prof. Parulian dan tim risetnya, potensi konflik di Danau Toba diperkirakan akan semakin meruncing karena berkaitan dengan terganggunya sumber utama penghidupan mereka, yaitu usaha perikanan KJA.

Hasil analisis kualitas air serta analisis sosial ekonomi yang dilakukan Prof. Parulian dan tim risetnya menyebutkan bahwa upaya mengurangi pencemaran di Danau Toba harus menjadi tanggung jawab semua stakeholder dalam menjaga kondisi perairan Danau Toba, yaitu pelaku KJA, hotel dan restoran, pertanian, dll. Rencana pengembangan pariwisata Danau Toba sebaiknya dilakukan sejalan dengan pengembangan KJA.

Tim Riset LPDP didampingi Reviewer Riset yakni Drs. Hendrie Adji Kusworo, M.Sc., Ph.D., berkesempatan untuk melihat dan meriviu langsung pelaksanaan riset Danau Toba untuk memastikan kegiatan riset ini tetap berjalan dalam koridor yang seharusnya dan terus mendukung kendala yang muncul. “Resolusi konflik yang perlu dilakukan antara lain seperti perbaikan manajemen pengelolaan kualitas air Danau Toba dari pendekatan topdown menuju co-manajemen dengan melibatkan semua pihak”, Prof. Adji berpendapat dalam pertemuan dengan jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatra Utara selaku mitra riset.

Adji juga menambahkan perlunya ada integrasi konservasi dalam manajemen kualitas air, serta integrasi KJA dan Pariwisata. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Adji, terdapat beberapa langkah awal resolusi konflik yang sebelumnya juga disampaikan oleh Prof. Parulian, yaitu diantaranya dapat ditempuh dengan mendorong perubahan terhadap SK gubernur Sumatera Utara No. 188.44/213/KPTS/2017 tahun 2017 tentang Daya Dukung Daya Tampung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan. “Untuk itu telah disusun naskah akademik serta draft SK perubahan yang juga menjadi salah satu ouput dari kegiatan penelitian ini sebagai rekomendasi bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Harapanya draft SK tersebut dapat dibantu disampaikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatra Utara selaku mitra riset kami”, pungkas Prof. Parulian.  (AK – Medan, Sumatra Utara)