Pada Maret 2023 lalu, seorang perempuan muda Papua tampak fasih dan penuh percaya diri mempresentasikan aplikasi digital di hadapan Presiden Joko Widodo saat meresmikan Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Jayapura.
Perempuan itu bernama Yunasila Silviane Yobee. Ia menjelaskan kegunaan dari aplikasi bernama MANTAP yang dapat memberi pelatihan kerja hingga dan menghubungkan peserta yang lulus kepada para pemberi kerja berskala nasional.
Yuna adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Selama dua setengah tahun bekerja, Yuna banyak membantu dalam penyusunan berbagai kajian dan regulasi terkait Papua.
Pekerjaannya yang banyak bersentuhan dengan kebijakan pembangunan inilah yang memantik Yuna untuk ingin mempelajari studi pembangunan lebih dalam. Baginya, di tanah kelahirannya masih banyak membutuhkan pembangunan di berbagai sektor.
Master of City Planning di Boston University menjadi pelabuhan Yuna untuk melanjutkan studi di tahun ini menggunakan Beasiswa Putra-Putri Papua LPDP. Ia punya harapan besar kelak setelah pulang dapat menggunakan ilmunya untuk kemajuan tanah Papua.
Sebelum mencapai pada titik ini, Yuna sudah punya tekad merantau sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jawa. Padahal menjadi perempuan yang lahir besar di Papua lalu memilih keluar ribuan kilometer dari kampung halaman bukan perkara yang gampang dan lazim. Kisah Yuna kemungkinan juga mewakili teman-teman Papua lainnya yang sedang berjuang menyalakan mimpi dan mewujudkannya masa depan cerah lewat pendidikan.
Merantau Sejak SMA, Upaya Menjadi Setara
Yuna lahir di Jayapura pada 1998 silam. Ayahnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil dan ibunya berprofesi guru dan anak keenam dari tujuh bersaudara. Masih lekat di ingatan Yuna belasan tahun lalu saat memutuskan untuk keluar dari kampung halamannya.
Diakuinya itu adalah keputusan impulsif lantaran tidak direncanakan sebelumnya. Keputusan itu tiba-tiba datang saat mencari-cari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bagus dan dirasa cocok.
Kedua orang tuanya kala itu sangat mendukung pendidikan putrinya sehingga mendorong Yuna untuk memilih SMA yang bagus di tanah perantauan. Beberapa rekannya yang ia kenal melanjutkan sekolah di SMA Kolose Santo Yusuf di Kota Malang, Jawa Timur.
Dengan restu dan kemauan Yuna sendiri untuk merantau jauh akhirnya ia berangkat dan sukses menamatkan pendidikan SMA di sana. Tentu bukan perkara gampang saat Yuna pertama kali merantau jauh dari orang tua dengan lingkungan yang sangat berbeda dari tanah Papua.
Perbedaan latar belakang sosial budaya, situasi, dan hingga bahasa menjadi masa-masa awal yang penuh tantangan untuk ditaklukkan.
“Saya sangat struggling untuk menyamai tingkat pendidikan dari teman-teman saya yang sudah sekolah di Jawa. Untungnya di sekolah saya itu mereka punya program untuk anak-anak yang nilainya jelek itu ada pengayaan tersendiri.” tuturnya.
Setelah mengikuti kelas khusus selama enam bulan dan belajar ekstra dari pagi sampai sore akhirnya membuahkan hasil. Nilainya berangsur menyamai dengan teman-teman sebaya yang memang sudah lahir besar di Jawa.
Termasuk masalah bahasa di pergaulan karena rata-rata menggunakan dialek Jawa Timur sementara Yuna tidak paham sedikitpun kala itu.
Namun seiring berjalannya waktu yang kuat, semua kendala itu dapat diatasi. Pada akhirnya mentalnya terbentuk dalam menghadapi situasi perbedaan. Bekal ini juga dibawa saat menghadapi lingkungan baru di IPDN.
Masuk IPDN, Ikut Keinginan Orang Tua
Masuk sekolah kedinasan macam IPDN sebenarnya bukan keinginan murni dari dalam diri Yuna, melainkan dari kedua orang tuanya. Kondisi keuangan keluarga yang sedang tak baik-baik saja menjadi pemicu kedua orang tuanya berpikir untuk mendorong putrinya ini masuk sekolah kedinasan dengan jaminan pekerjaan pasca lulus.
Ditambah masih ada satu adiknya yang sedang duduk di bangku SMA yang kala itu terjadi pada tahun 2015.
“Saya ingat sekali waktu itu Desember mereka berbicara kepada saya bahwa nanti kuliahnya coba saja IPDN karena sudah terjamin perkuliahannya dan juga pekerjaannya.” tutur Yuna yang bercita-cita menjadi seorang akuntan ini.
Selama menempuh pendidikan di IPDN, Yuna banyak berurusan dengan mengatur teman-temannya dari Papua yang memiliki karakteristik bermacam-macam. Ia terpilih sebagai koordinator putri untuk siswi dari Papua.
Selanjutnya Yuna juga dipercaya sebagai Kepala Biro Humas dan Protokol di organisasi mahasiswa Manggala Korps Praja di Manado. Di sana ia mengaku banyak memetik pelajaran dan pengalaman yang sangat berguna di dunia kerjanya saat ini sebagai pegawai Kemendagri.
Berbagai soft skill mulai dari mendengar pendapat orang dan mengkoordinir yang berbeda cara pandang, menjadi master of ceremony, surat menyurat, sampai perkara tata krama mengaku ia dapatkan justru ketika bergabung di organisasi tersebut.
Yuna ditempatkan di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri dan banyak bersentuhan dengan berbagai regulasi untuk wilayah Papua. Di sinilah keinginannya untuk menekuni bidang pembangunan tumbuh.
Lanjut S2, Ingin Menjadi Ahli di Bidang Pembangunan
Yuna melihat permasalahan di Papua selalu berkaitan dengan pembangunan di berbagai sektor, dan itu dapat dipelajari lebih lanjut dengan melanjutkan studi S2. Tak sulit bagi Yuna di era kini untuk menemukan informasi seputar pendanaan beasiswa S2 oleh LPDP. Dirinya mendaftar beasiswa LPDP pada Januari 2023 atau di pembukaan tahap pertama tahun tersebut.
Terlebih secara khusus dan inklusif LPDP memberikan ruang seluas-luasnya bagi para putra-putri Papua untuk bisa menempuh pendidikan tak sekedar S1. Beasiswa Putra-Putri Papua yang masuk dalam kelompok Beasiswa Afirmasi LPDP menjadi program khusus yang memfasilitasi Orang Asli Papua (OAP) agar bisa berkuliah di jenjang S2 dan S3 dan pulang untuk memajukan tanah Papua.
Awalnya, Yuna mengejar Development Studies di University of Sussex. Namun setelah mengikuti program Pengayaan Bahasa, skor IELTS 7 yang disyaratkan di Sussex masih sangat menantang untuk digapai.
Pengayaan Bahasa sendiri adalah program pelatihan bahasa Inggris yang diberikan LPDP kepada para penerima Beasiswa Afirmasi.
Pekerjaan Yuna sejauh ini memang banyak bersentuhan dengan penyusunan regulasi dan kebijakan. Misalnya, ia terlibat dalam kerja-kerja pengiriman beasiswa anak-anak Papua, kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari pemerintah Australia, hingga terlibat dalam penyusunan regulasi untuk Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPP).
Tentunya perjalanan karier dan intelektual Yuna masih panjang dan akan menemui babak baru saat melanjutkan S2 ini. Di manapun ia ditempatkan kelak setelah pulang, ia ingin sekali terus berkontribusi bagi kemajuan Papua.
Yuna juga melihat Beasiswa Afirmasi untuk putra-putri Papua ini merupakan sebuah privilege yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh anak-anak Papua. Berbagai syarat pendaftaran yang jauh dimudahkan dibanding program beasiswa dari peserta lainnya jelas menjadi berkat besar yang tersaji untuk diambil segera.
Para peserta yang lolos Beasiswa Putra-Putri Papua berhak mendapat fasilitas program Pengayaan Bahasa. Di sini para peserta akan mengikuti kursus bahasa Inggris secara intensif untuk mendapatkan skor IELTS sesuai standar.
Ditambah selama program Pengayaan Bahasa, para peserta juga mendapatkan simulasi kelas seperti di kampus-kampus luar negeri, berlatih cara menulis esai dan paper yang bagus. Semuanya ini didapat secara gratis dan masih mendapat uang saku bulanan selama mengikuti program ini.
“Kita mempelajari segala sesuatu tentang IELTS dan juga kita diberikan privilege ketika test IELTS-nya kita dibiayai juga oleh LPDP.” ujar Yuna yang kala itu mengikuti program Pengayaan Bahasa di Jakarta.
Ada banyak angan saat Yuna melihat Papua akan maju kelak. Misalnya penguatan pembangunan pendidikan dan kesehatan, hingga sektor perekonomian. Baginya pula dibutuhkan peran aktif dan kesadaran masyarakat Papua untuk mau bersinergi menyambut pembangunan.
Generasi muda Papua para alumni awardee LPDP telah membuktikan dan terus berupaya menjadi relevan dan memberdayakan sekitar. Satu per satu terus berperan memberikan dampak dengan berbagai bidang keilmuan yang berhasil mereka dapatkan di luar.
“Saya rasa perlu adanya kerjasama dari kita semua anak-anak muda Papua tanpa memikirkan gengsi dari sektor-sektor yang kita geluti untuk mencapai pembangunan Papua yang sustainable” tutup Yuna optimis.